Wednesday, September 02, 2009

Menjadi Pribadi Yang Shiddiq ( Jujur )

Suatu malam, Khalifah Umar ibnul Khaththab keluar menuju pinggiran kota Madinah. Tanpa diduga, ia mendengar dari balik rumah percakapan seorang wanita kepada putrinya, “Tidakkah kau campur susu daganganmu dengan air? Subuh telah datang!” Anak putrinya menjawab, “Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mu’minin telah melarang mencampur susu dengan air?” Sang Ibu menimpali, “Orang-orang telah mencampurnya. Kau campur saja. Toh, Amirul Mu’minin tidak akan tahu.” Sang anak menjawab, “Jika Umar tidak tahu, Tuhan Umar pasti tahu. Aku tidak akan mencampurnya karena dia telah melarangnya.” Perkataan anak putri itu masuk ke dalam relung hati Umar ibnul Khaththab. Pagi harinya, Umar mengundang Ashim, putranya, dan berkata, “Putraku, pergilah kau ke tempat begini dan begini, tanyakanlah tentang anak putri ini (Umar menceritakan anak putri itu pada putranya).”

Ashim lalu pergi. Ternyata, anak putri itu berasal dari bani Hilal. Umar lalu berkata pada Ashim, “Pergilah anakku dan kawinilah anak putri itu. Ia sangat tepat untuk melahirkan seorang ksatria yang akan memimpin bangsa Arab.” Ashim lalu menikahinya. Wanita itu melahirkan untuk Ashim seorang putri, yaitu Ummu Ashim binti Ashim bin Umar ibnul Khaththab, yang kemudian dinikahi Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam. Dari pasangan itu, lahirlah Umar bin Abdul Aziz yang memiliki pribadi yang menawan. Yang pada masa pemerintahan singkatnya (30 bulan) sebagai khalifah, keadilan, keamanan dan kemakmuran sempat dirasakan oleh rakyat. Saat itu tidak ditemukan lagi orang yang berhak menerima zakat dan santunan negara.

Benarlah bahwa kejujuran itu mendatangkan berkah, diakhirat menuai rahmat dan magfirah-Nya. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: "Demi Allah, aku tidak pernah berbohong sejak mengetahui bahwa bohong itu akan menodai pelakunya." Teringatlah kita dengan ungkapan ahli hikmah: "Bila air bening di hulu maka sampai ke hilir bening juga."

Kita dapat mengambil banyak hikmah dari kisah wanita bani Hilal (nenek Umar bin Abdul Aziz) yang shiddik (benar atau jujur) dalam perkataan dan perbuatannya. Shiddiq ini merupakan sifat utama yang wajib diamalkan oleh semua muslim, sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah. Attaubah 119

        
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar," (At-Taubah: 119). Rasulullah SAW pernah ditanya: "Apakah seorang mukmin itu memiliki sifat pengecut?" Beliau menjawab "Ya ". Ditanya lagi: "Apakah seorang mukmin juga memiliki sifat kikir?" "Ya." Lalu ditanya lagi: "Apakah seorang mukmin itu juga memiliki sifat pembohong?" Nabi SAW menjawab tegas "Tidak!" (Muwatta Imam Malik).

Shiddiq merupakan salah satu sifat para Nabi. Setiap kali Allah memuji Nabi-Nya, selalu menggambarkannya sebagai orang yang jujur. Sebelum diutus sebagai nabi, Muhammad SAW terkenal karena kejujurannya. Karena itu beliau digelari Al-Shiddiq Al-Amin, orang yang jujur dan terpercaya. Dan dalam satu haditsnya, Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke syurga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Jauhilah dusta, karena sesungguhnya dusta itu membawa pada kedurhakaan dan sesungguhnya kedurhakaan itu akan menunjuki manusia ke neraka “ (HR. Bukhari dan Muslim).

Meskipun sulit, sifat jujur menjadi mudah bagi mereka yang mempunyai tekad. Momentum puasa Ramadhan ini hendaknya dapat dijadikan sebagai kesempatan untuk meneguhkan niat kita untuk bersungguh-sungguh melatih, mendidik, dan sekaligus menerapkan pribadi yang shiddiq. Melatih diri kita untuk shiddiq dalam perkataan dan juga dalam muamalah, seperti yang telah dicontohkan oleh putri penjual susu dari bani Hilal diatas. Membina jiwa kita agar sifat shiddiq tidak hanya dalam keinginan, namun juga dalam kenyataan. Sehingga kita tidak termasuk golongan yang disebutkan Allah SWT dalam ayat-Nya, “Di antara manusia ada yang mengatakan: Albaqoroh 8

 ••   •       
"Kami beriman kepada Allah dan
Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman,” (Al Baqarah:8).

Orang yang berpuasa dengan shiddiq, akan menahan lapar dan dahaganya, meskipun ia memiliki kesempatan untuk membatalkannya ketika tidak ada orang yang melihat. Namun, berpuasa mengajarkan manusia untuk jujur kepada dirinya dan menyadari betapa Allah mengawasinya. Karenanya, Allah mengatakan dalam hadits qudsi, ''Sesungguhnya puasa seorang anak Adam adalah untuk-Ku. Dan Aku yang akan memberikan balasannya.''

"Puasa adalah amanat, barang siapa melaksanakannya sungguh ia menegakkan agama dan siapa yang meninggalkannya berarti ia merusak agama." Demikian salah satu penafsiran terhadap kata amanat dalam buku Durratun Nasihin tulisan Utsman bin Hasan al-Syakir al-Khaubawy. Secara bahasa, kata amanat atau amanah artinya kepercayaan, satu akar dengan kata amana-yu' minu-iman, artinya percaya. Orang yang dipercaya disebut dengan al-amin. Kata lain yang semakna adalah al-amn, artinya aman atau tenteram. Seseorang yang memberi amanat pada orang lain, ia harus percaya. Orang yang diserahi amanat juga harus dapat dipercaya. Jika dua-duanya saling percaya maka akan merasa aman.

Karena itu, melalui ibadah puasa Allah menguji keimanan sekaligus amanat yang dibebankan kepada kaum muslimin, dengan disiplin dan penuh kesabaran. Jika ini bisa dilaksanakan dengan ketulusan, maka sifat shiddiq atau jujur merupakan hasil ibadah puasa. Secara fisik meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri, dan secara spiritual menahan emosi dan hawa nafsu sendiri. Karena sesungguhnya lawan yang paling berat adalah dorongan hawa nafsu sendiri. Jadi, puasa sejatinya adalah meneguhkan orang yang menjalankannya menjadi jujur dan amanah.

Seorang tokoh sufi, Al Junaid, pernah berkata: "Kejujuran sejati adalah saat engkau tetap jujur dalam kondisi yang engkau hanya bisa selamat dengan berbohong." Betapa mulianya nilai kejujuran itu, baru niat saja, insya Allah sudah diganjar oleh Allah SWT sesuai yang diniatkannya. Sebab Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang menginginkan mati syahid dengan kejujuran, Allah akan menyampaikannya pada tingkatan orang yang mati syahid meskipun ia meninggal di atas ranjangnya." (HR Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah ).

Wallahu A'lam Bish Shawab.

1.Bahwasanya bersikap Siddiq atau jujur itu membawa berkah bagi siapa saja yang berbuat Shiddiq.
2.Meskipun sulit, sifat jujur menjadi mudah bagi mereka yang mempunyai tekad.

by:husein.bk@gmail.com
http://www.huseinbk.blogspot.com

No comments:

HP ANDROID MURAH YANG SUDAH BISA MENGGUNAKAN BBM

BBM tak di pungkirilagi salah satu aplikasi Chatting yang tadinya Exsclusive hanya untuk Hp Blackberry, kini sudah bisa di gunakan di Hp ber...